WAYANG SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASIDALAM PELATIHAN WAYANG SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASIDALAM PELATIHAN KEPEMIMPINAN WIKASATRIAN

ABSTRAK 

Wayang adalah salah satu kebudayaan Indonesia yang sudah diakui sebagai warisan kebudayaan dunia. Wayang mengandung nilai-nilai budi luhur yang sangat berharga bagi kehidapan masyarakat. Dalam pertunjukkan wayang digambarkan bagaimana manusia berhubungan  dengan manusia lain, alam dan Tuhan, termasuk bagaimana saling menghormati sesama makhluk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana nilai-nilai budi luhur dalam wayang dapat di terapkan untuk pelatihan kepemimpinan di wikasatrian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sumber data penelitian terdiri atas sumber lisan, sumber tertulis, dan sumber lapangan. Metode pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai budi luhur wayang dapat diterapkan untuk pelatihan kepemimpinan wikasatrian dengan menggunakan metode experiential learning sehingga peserta dapat memaknai lebih mendalam mengenai nilai budi luhur dalam wayang. Nilai-nilai kepemimpinan budi luhur  yang terdapat di dalam wayang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Artikel ini memberikan diskusi mengenai pemanfaatan wayang sebagai media komunikasi dalam pelatihan kepemimpinan Wikasatrian. Studi ini memperluas literatur yang ada bahwa di dalam wayang masih terdapat banyak aspek yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan nilai-nilai kepemimpinan salah satunya adalah kepemimpinan budi luhur. Kata Kunci: Wayang, Nilai-Nilai Kepemimpinan 


PENDAHULUAN 

Wayang sebagai sebuah pertujukkan seni merupakan komunikasi simbolik perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Wayang sudah dikenal sejak jaman pra-Hindu sekitar 1500 SM. Pada awalnya wayang digunakan oleh leluhur melakukan ritual untuk berhubungan dengan leluhur yang sudah tiada karena leluhur yang sudah tiada dianggap mempunyai kekuatan gaib sehingga harus diadakan upacara agar dapat menjaga alam semesta. Budaya wayang sampai saat ini telah melampaui jalan yang sangat panjang, namun keberadaannya sampai sekarang masih tetap ada dan bertahan di tengah gempuran jaman globalisasi. Keberadaan wayang sampai saat ini mendapat perhatian penuh dari lembaga kebudayaan PBB yaitu UNESCO. Wayang Indonesia pada tanggal 7 November 2003 telah diumumkan oleh UNESCO sebagai karya agung dunia. Hal tersebut menunjukkan bahwa budaya wayang sebagai salah satu warisan budaya tradisional, telah diakui dunia internasional sebagai sebuah warisan budaya sarat nilai yang berperan besar dalam pembentukan dan pengembangan jatidiri bangsa. 

Oleh karena wayang telah diakui sebagai salah satu warisan budaya dunia, maka budaya wayang harus diselamatkan dan dilestarikan dan menjadi tugas seluruh bangsa terutama bangsa Indonesia. Salah satu lembaga yang turut andil dalam pelestarian dan pengembangan budaya wayang adalah Wikasatrian. Wikasatrian merupakan salah satu lembaga Pusat Pelatihan dan Pengembangan kenyataannya wayang bukan sekedar permainan baying-bayang atau “shadow play” karena wayang dapat merupakan gambaran kehidupan manusia dengan segala permasalahan yang dihadapinya. Kepemimpinan yang beralamatkan di Desa Pasir Angin, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Nama Wikasatrian diambil dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) sebagai pemilik tempat tersebut yang difungsikan sebagai pusat pelatihan kepemimpinan para petinggi perusahaan yang dibuka untuk masyarakat umum. Salah satu yang menjadi materi menarik dalam program pelatihan kepemimpinan adalah materi mengenai budaya wayang sebagai media komunikasi dalam pelatihan kepemimpinan. Kajian yang terkait dengan seni wayang telah dilakukan. Seperti halnya melestarikan budaya wayang kulit dengan memanfaatkan model konseptuan wayang kulit digital untuk membantu anak-anak belajar matematika (A, Jasni1 and J. Zulikha2, 2016). Melakukan fokus penelitian pada simbol bayangan wayang kulit yang akan ditafsirkan dalam media yang baru. Melalui Media baru, wayang kulit tidak akan kehilangan fungsi untuk mentrasfer nilai-nilai tradisional kepada (Baharuddin, 2017). masyarakat modern. Beberapa kajian terkait dengan pelestarian dan pengembangan budaya tradisi wayang telah dibahas, namun dari sisi wayang sebagai media komunikasi yang dilakukan di Wikasatrian belum menemukan yang membahas secara mendalam. 

Oleh karena itu dalam penelitian ini berupaya untuk mengkaji wayang sebagai media komunikasi dalam pelatihan satria pratama. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, timbul pokok permasalahan yaitu bagaimanakah nilai-nilai budaya wayang dapat diterapkan untuk pelatihan kepemimpinan wisakstrian? 

TINJAUAN PUSTAKA 

 1. Wayang 

Secara etimologis wayang berarti bayangan, penamaan ini mungkin karena wayang dinikmati melalui bayangannya. Padahal kenyataannya wayang bukan sekedar permainan baying-bayang atau “shadow play” karena wayang dapat merupakan gambaran kehidupan manusia dengan segala permasalahan yang dihadapinya.

Secara luas wayang kulit adalah seni tradisional indonesia, yang terbuat dari bahan kulit binatang misalnya sapi atau kerbau yang sudah diproses menjadi lembaran yang kemudian dipahat sesuai karakter tokoh wayang. Wayang dimainkan oleh dalang yang berlaku sebagai narator. Cerita yang di ambil biasanya cerita mahabarata dan ramayana. Pementasan wayang biasanya diringi oleh musik gamelan dan tembang-tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Wayang, gamelan, sinden memang sudah menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Wayang kulit dimainkan di balik layar putih yang di belakangnya disoroti oleh lampu, sehingga tercipta bayang-bayang yang dapat dinikmati oleh para penonton. Jadi penonton dituntut untuk bisa memahami setiap karakteristik dari setiap tokoh pewayangan (Andri, 2016). 

Wayang juga merupakan salah satu budaya yang lengkap, karena dalam budaya wayang terdiri dari seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambangan. Jadi sangat disayangkan jika generasi muda masa kini tidak melestarikan budaya wayang itu. Oleh karena itu sudah seharusnya kita bangsa Indonesia khususnya para generasi muda harus mencintai dan melestarikan budaya wayang yang mulai kalah bersaing dengan budaya bangsa lain. 

Jenis-jenis wayang sangat beragam, dari bahan pembuatannya ada yang dibuat dari kulit binatang, yang biasa kita sebut dengan wayang kulit. Ada juga yang dibuat dari kayu, yaitu wayang khas jawa barat disebut wayang golek. Selain itu ada jenis wayang kulit gagrag yogyakarta, wayang ini disebut wayang gagrag yogyakarta karena memiliki bentuk, pola tatahan, dan sunggingan (pewarnaan) yang khas, selain itu dalam pertunjukan wayangnya juga memiliki ciri khas dengan wayang lain yaitu lakon wayang (penyajian alur cerita dan maknanya), catur (narasi dan percakapan), karawitan (gendhing, sulukan dan properti panggung yang lain). Selain itu juga masih banyak lagi jenis wayang di indonesia seperti wayang kulit gagrag surakartan dan gagrag jawa timuran. 

Dalam pertunjukan wayang juga terdapat tokoh- tokoh, baik antagonis maupun protagonis. Seperti tokoh tokoh pandawa lima yang terdiri atas (Yudistira, Werkudhara, Arjuna, Nakula, dan Sadewa), setiap tokoh memiliki karakter yang berbeda-beda, hal ini menuntut dalang agar dapat memainkan peran menjadi semua karakter dalam cerita wayang yang dipertunjukkan. Oleh karena itu dalang bukan orang yang asal-asalan, melainkan, orang yang memang sudah benar benar ahli dan mengerti seluk beluk wayang itu. Selain tokoh-tokoh tersebut di atas juga terdapat karakter punakawan seperti (semar, gareng, pethruk, bagong).

2. Wayang sebagai Media Komunikasi 

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lainnya dengan menggunakan media. Wayang dapat menjadi salah satu media komunikasi yang efektif untuk menyampaikan berbagai informasi yang diperlukan masyarakat. Wayang menjadi salah satu pilihan media komunikasi selain pemanfaatan teknologi seperti radio, internet dan media masa lainnya.

3.Nilai-Nilai Kepemimpinan 

 Dalam budaya wayang terdapat nilai-nilai kepemimpinan diantaranya adalah nilai kepemimpinan yang berlandaskan pada “Hasta Brata” yaitu 8 (delapan) laku nilai-nilai watak kepemimpinan yang meniru sifat-sifat keutamaan alam semesta (Syahban, 2011). (1). Bumi yaitu seorang pemimpin harus setia memberi kebutuhan-kebutuhan hidup kepada siapa saja,sabar (bumi sebagai sumber kehidupan).(2). Air yaitu pemimpin harus selalu turun ke bawah (rakyat) untuk melihat dan memberi kesejukan serta tidak menempatkan diri lebih tinggi dan lebih rendah daripada siapapun,karena air bertabiat rata.(3). Angin yaitu pemimpin harus sanggup menghembus siapa saja tanpa pandang bulu dan tanpa pilih kasih.(4). Bulan yaitu pemimpin harus dapat menerangi siapapun yang sedang kegelapan sehingga dapat memberikan kesejahteraan keindahan dan harapan. Matahari yaitu pemimpin harus memberi petunjuk sebagai sumber kekuatan yang menghidupkan.(6). Samudra yaitu pemimpin harus memberi kasih sayang dan kebebasan tak terbatas,karena samudra luas dan tak bertepi.(7). Gunung yaitu pemimpin harus kukuh dan kuat untuk melindungi rakyatnya.(8). Api yaitu pemimpin harus mampu membakar dan memberi kehangatan (mampu memberantas kejahatan dan memberi kenikmatan).

4. Pembelajaran

Pembelajaran adalah suatu proses interaksi peserta didik dengan pendidik untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Mel, 2014). Metode Experiential Learning adalah metode pembelajaran yang berbasis pada pengalaman. Metode ini memungkinkan peserta didik mengaktifkan seluruh aspek diri secara total. Menyentuh, menstimulasi potensi kecerdasan kognitif, afektif dan psikomotorik. Pengetahuan yang bersandar pada pengalaman dapat lebih terhayati, mendapatkan hikmah dan prinsip baru, meningkatkan kesaaran diri, imanen, tersimpan lebih lama dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

dikutip dari jurnal Priyanto Priyanto (Priyanto Program Studi Pariwisata Program Pendidikan Vokasi, Universitas Indonesia Corresponding Author: priyanto74@yahoo.com)

Recommended Citation
Priyanto, Priyanto (2019) "WAYANG SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASIDALAM PELATIHAN KEPEMIMPINAN WIKASATRIAN," Jurnal Sosial Humaniora Terapan: Vol. 2: Iss. 1, Article 6. DOI: 10.7454/jsht.v1i1.1029 Available at: https://scholarhub.ui.ac.id/jsht/vol2/iss1/6 

Post a Comment for "WAYANG SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASIDALAM PELATIHAN WAYANG SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASIDALAM PELATIHAN KEPEMIMPINAN WIKASATRIAN"